Ka’bah
awalnya dibangun oleh Adam dan kemudian anak Adam, Syist,
melanjutkannya. Saat terjadi banjir Nabi Nuh, Ka’bah ikut musnah dan
Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun kembali. Al-Hafiz Imaduddin
Ibnu Katsir mencatat riwayat itu berasal dari ahli kitab (Bani Israil),
bukan dari Nabi Muhammad.
Ka’bah
yang dibangun Ibrahim pernah rusak pada masa kekuasaan Kabilah Amaliq.
Ka’bah dibangun kembali sesuai rancangan yang dibuat Ibrahim tanpa ada
penambahan ataupun pengurangan. Saat dikuasai Kabilah Jurhum, Ka’bah
juga mengalami kerusakan dan dibangun kembali dengan meninggikan
fondasi. Pintu dibuat berdaun dua dan dikunci.
Di
masa Qusai bin Kilab, Hajar Aswad sempat hilang diambil oleh anak-anak
Mudhar bin Nizar dan ditanam di sebuah bukit. Qusai adalah orang pertama
dari bangsa Quraisy yang mengelola Ka’bah selepas Nabi Ibrahim. Di masa
Qusai ini, tinggi Ka’bah ditambah menjadi 25 hasta dan diberi atap.
Setelah Hajar Aswad ditemukan, kemudian disimpan oleh Qusai, hingga masa
Ka’bah dikuasai oleh Quraisy pada masa Nabi Muhammad.
Dari
masa Nabi Ibrahim hingga ke bangsa Quraisy terhitung ada 2.645 tahun.
Pada masa Quraisy, ada perempuan yang membakar kemenyan untuk
mengharumkan Ka’bah. Kiswah Ka’bah pun terbakar karenanya sehingga juga
merusak bangunan Ka’bah. Kemudian, terjadi pula banjir yang juga
menambah kerusakan Ka’bah. Peristiwa kebakaran ini yang diduga membuat
warna Hajar Aswad yang semula putih permukaannya menjadi hitam.
Untuk
membangun kembali Ka’bah, bangsa Quraisy membeli kayu bekas kapal yang
terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal milik bangsa Rum. Kayu kapal itu
kemudian digunakan untuk atap Ka’bah dan tiga pilar Ka’bah. Pilar Ka’bah
dari kayu kapal ini tercatat dipakai hingga 65 H. Potongan pilarnya
tersimpan juga di museum.
Empat
puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau
tahun 11 Hijriah), Ka’bah juga terbakar. Kejadiannya saat tentara dari
Syam menyerbu Makkah pada 681 Masehi, yaitu di masa penguasa Abdullah
bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang berarti juga keponakan Aisyah.
Untuk
membangun kembali, seperti masa-masa sebelumnya, Ka’bah diruntuhkan
terlebih dulu. Abdullah AzZubair membangun Ka’bah dengan dua pintu. Satu
pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu lagi dekat sudut Rukun Yamani,
lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair memasang
pecahan Hajar Aswad itu dengan diberi penahan perak. Yang terpasang
sekarang adalah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan
lilin, kasturi, dan ambar. Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan
mencapai 50 butir.
Pada
693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi berkirim surat ke Khalifah
Abdul Malik bin Marwan (khalifah kelima dari Bani Umayyah yang mulai
menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahukan bahwa Abdullah bin
Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka’bah dan memasukkan Hijir Ismail ke
dalam bangunan Ka’bah.
Hajjaj
ingin mengembalikan Ka’bah seperti di masa Quraisy; satu pintu dan
Hijir Ismail berada di luar bangunan Ka’bah. Maka, oleh Hajjaj, pintu
kedua–yang berada di sebelah barat dekat Rukun Yamani–ditutup kembali
dan Hijir Ismail dikembalikan seperti semula, yakni berada di luar
bangunan Ka’bah.
Akan
tetapi, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal setelah mengetahui
Ka’bah di masa Abdullah bin AzZubair dibangun berdasarkan hadis riwayat
Aisyah. Di masa berikutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid hendak
mengembalikan bangunan Ka’bah serupa dengan yang dibangun Abdullah bin
Az-Zubair karena sesuai dengan keinginan Nabi.
Namun,
Imam Malik menasihatinya agar tidak menjadikan Ka’bah sebagai bangunan
yang selalu diubah sesuai kehendak setiap pemimpin. Jika itu terjadi,
menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati kaum Mukmin.
Pada
1630 Masehi, Ka’bah rusak akibat diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV
membangun kembali, sesuai bangunan Hajjaj bin Yusuf hingga bertahan 400
tahun lamanya pada masa pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan
inilah yang memulai proyek pertama pelebaran Masjidil Haram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar