Rabu, 29 Februari 2012

Sekda KSB : Ada LSM Dibalik Tambang Brang Ene

Sumbawa Barat, SE- Sekretaris Daerah (Sekda) Sumbawa Barat, W. Musyafirin, secara gamblang  menyebutkan bahwa ada LSM dibalik beroperasinya  perusahaan tambang di Brang Ene.
         Berbicara dalam acara sosialiasi pemerintah  terkait aksi protes masyarakat Brang Ene menolak aktifitas tambang, Sekda mengemukakan, kasus tambang di Brang Ene murni masalah tehnis. Sebaiknya, katanya, semua pihak tidak membawa masalah ini ke ranah politis.
          “ Saya tahu protes masyarakat akibat tambang itu karena ada LSM. Ada LSM terkait keberadaan tambang . Karena saya tahu ada Kamaruddin dan Sadiksyah, itu informasi saya terima,” katanya, kepada puluhan warga dan tokoh masyarakat setempat diruang pertemuan Setda setempat.
        Sekda juga menjelaskan langkah langkah yang  ditempuh pemerintah terkait keberadaan operasi PT Bumi Agung dan PT AKAS. Ia memint amasalah tuntutan warga dikembalikan kepada porsinya, tidak dibiaskan ke bukan masalah ini. Yakni, syarat-syarat operasi serta dampak kerusakan akibat operasi perusahaan itu.
       Sekda meminta semua pihak harus melihat masalah tambang Brang Ene lebuh banyak merusak atau menguntungkan. Pemerintah katanya, bertugas memastikan apakah investasi tambang di Brang Ene harus menjamin keselamatan dan keamanan bendungan serta pertanian warga.
     “ Nah LH dan ESDM sudah pastikan tambang disana aman,” katanya.
      Sementara itu, Iwan Irawan, ketua BPD Desa Mura mengatakan, pemerintah daerah utamnya ESDM dan LH tidak memiliki data dan alasan yang kuat untuk mempertahankan operasi perusahaan itu. Ia menuduh, ijin operasi tambang dipaksakan untuk dikeluarkan. Opwerasi itu tanpa AMDAL dan sosialisasi.
     “ Kami sudah berulang kali berkoordinasi bertanya kepada para pihak, dari perusahaan,ESDM, LH hingga masyarakat. Perwakilan masyarakat bahan turun survey melakukan investigasi. Semua perijinan yang dikeluarkan tidak sesuai aturan. Perusahaan itu merusak,” katanya.
       Iwan menuduh Sekda KSB asal ngomong dan memojokkan LSM tanpa data. Tuduhan bahwa Kamaruddin dan Syadiksyah sebagai LSM yang berada dibalik investasi tambang itu terkesan asal asalan. Bagi Iwan,  keduanya adalah management Perusda bukan LSM.
       “ Sekda ini jelas memojokkan LSM, kami keberatan. Ini mencerminkan pemerintah bekerja tanpa dasar dan professional,”akunya.
          Rapat yang mengagendakan sosialisasi akhirnya kembali deadlock. Masyarakat tetap saja menolak keberadaan tambang itu kendati pemerintah berjanji melakukan pengkajian.
      Sementara itu, Kamaruddin dan Syadiksah Direktur Perusda mengaku  tidak berkepentingan dan berada dibalik operasi perusahaan itu di Brang Ene. Keduanya membenarkan memang, bahwa telah memfasilitasi investor untuk keperluan lokasi. Keduanya merekomendasikan lokasi tanah di Brang Ene, itupun berdasarkan permintaan pejabat pemerintah sendiri.(Andy Syaputra)

Polda Mutasi 4 Perwira Polres Sumbawa Barat

Sumbawa Barat, SE
Polda NTB kembali melakukan pergantian ditubuh kepolisian Sumbawa Barat. Sedikitnya 4 Perwira tinggi kepolisian pindah tugas ke Polda NTB dan sejumlah Mapolres di Pulau Sumbawa dan Lombok.
      Kapolres Sumbawa Barat, AKBP Muh Suryo Saputro, di Taliwang, Selasa mengatakan, Wakapolres Kompol Ahmadi, adalah perwira pertama yang ditraik kepolda NTB menjadi kepala sub bidang (Kasubid) Reformasi Birokrasi Polri (RBP).
      Menggantikan Ahmadi, Polda menunjuk mantan Kepala bagian operasi Polres setempat, Kompol I Gede Nakti, S.Ik. Selain Wakapolres, Kabag Ops Polres Sumbawa Barat diisi oleh Kompol Erwin Suwando mantan Kapolsek Masbagik.
        Selanjutnya Iptu I Gusti Lanang yang sebelumnya menjabat kepala Urusan (Kaur) Lantas menempati jabatan baru sebagai Kasat Lantas Polres Dompu. Sementara itu, Kapolsek Maluk, Kompol  Jeki Rahmat Mustika dimutasi menjadi Kepala bagian operasi Polres Lombok Timur. Sementara jabatan Kapolsek Maluk   kembali disi AKP. Bambang Yudi Wibowo mantan perwira tinggi satuan Brimob Polda NTB.
    Kapolres mengatakan, mantan perwira tingginya rata-rata mendapat jabatan promosi. Kebijakan mutasi Polda NTB sebagai bagian dari penyegaran tugas serta untuk emndukung penuh upaya kepolisian di NTB mengatasi masalah konflik.
      “ Reformasi borokrasi di Polri masih menjadi masalah utama yang menjadi perhatian Polda. Maka itu, tugas Wakapolres salah satunya mengawal perbaikan dan reformasi tadi,” katanya.
         Saat ini Mapolres Sumbawa Barat masih kekurangan personil padahal idelanya, kata Kapolres, personil Polisi dinsini harusnya berjumlah 750 personil.
         “ Sekarang kita baru miliki, 350 petugas. Itu sangat kurang, makanya apapun caranya kita harus mengoptimalkan fungsi tugas anggota,” ujarnya.(Andy Syaputra)

Kriminalitas di Sumbawa Barat Tinggi


Sumbawa Barat, SE
Tindak kejahatan atau Kriminalitas di Sumbawa Barat dilaporkan meningkat drastis  hingga awal tahun 2012.
    Kepolisian setempat memengatakan kasus yang paling menonjol yakni Pencurian dengan Kekerasan (Curas), Pencurian dengan pemberatan (Curat) serta pencurian kendaraan bermotor (Ranmor).
        Kapolres Sumbawa Barat, AKBP Muh Suryo Saputro, mengatakan kenaikan kasus ini dipengaruhi modus berpindahnya daerah operasi jaringan kejahatan asal luar daerah.
     “ Itu diperparah oleh prilaku masyarakat kita yang kurang waspada. Ditambah belum optimalnya petugas patrol dilapangan,” kata, Kapolres semebari menyerukan jajaran untuk meningkat status kewaspadaan.
         Kapolres yang diampingi Kasat Reksrim, Iptu. Anton Santoso mengemukakan, peta kriminalitas di Sumbawa Barat didominasi kasus Curat. Umumnya daerah paling rawan yakni, Taliwang, Brang Rea dan Brang Ene.
         Satuan Reskrim, kata Polres berhasil mengungkap belasan kasus Curat dan menangkap lebih dari 12 pelaku. Terdiri 2 pelaku Curat dan  10 pelaku Curas dan Curanmor. Pelaku umumnya warga lokal dan diduga terkait dengan jaringan kejahatan yang terorganisir.
        “ Kasus ini masih kita dalami. Untuk itu, saya sudah minta agar petugas patroli dioptimalkan didaerah rawan,” tandas Suryo.
       Sumbawa Barat sesungguhnya daerah yang aman dan kasus kriminalitasnya relative rendah. Hanya saja, gencarnya aparat Polda NTB untuk memberantas kasus ini di Mataram, membuat jaringan kejahatan itu memindahkan modus operasi baru.
         Kapolres meminta masyarakat mengatifkan kembali sistem keamana lingkungan (Siskamling) dan meminta pemerintah daerah bekerjasama dan menjalin koordinasi dengan kepolisian. Paling tidak mengadakan patroli gabungan.
     “ Warga KSB ini kebanyakan lalai. Dan terbiasa dengan kondisi aman dan nyaman. Saat ini lengah sedikit kejahatan bisa saja timbul. Kejahatan itu timbul bukan karena ada niat namun juga karena ada kesempatan,” tagasnya.
       Sementara itu Kasat Reksrim, Iptu Anton santoso mengatakan, kepolisian mencatat kasus kriminal di Sumbawa Barat sebenarnya sudah mulai terlihat pada bulan Juli hingga triulan ketiga 2011. Kasus itu kembali  meroket sejak Januari dan Februari 2012 ini.
       “ Saat ini total ada lebih dari puluan kasus Kriminalitas terjadi. Kami harus kerja keras,” demikian, Anton. (Ndy)

10 Penjara Paling Kejam di Dunia



bukan hanya karena kebrutalan, tapi bisa juga karena kondisi penjara yg
memang sudah tak layak. Salah satu yang paling mengerikan adalah
Carandiru Prison di Brasil. Di sanalah sempat terjadi pembataian masal
oleh polisi Brasil yg menewaskan ratusan narapidana. Atau anda tentu
pernah dengar tentang Alcatraz Island. Saking terkenalnya penjara itu
sampai pernah dibuat film.
 Di
antara 10 penjara ‘mengerikan’ ini terselip satu penjara dari Asia
Tenggara, yakni, Bang Kwang Prison Atau dikenal ‘Bangkok Hilton’.
Inilah penjara paling ‘mematikan’ di Asia Tenggara. Bukan hanya penuh
sesak dan tak layak, tapi jg krn kebrutalan di sana.


1. Carandiru Prison: (Brasil)
alt 
Penjara
ini sempat menghebohkan Brasil juga dunia ketika peca kerusuhan besar
di penjara tersebut tahun 1992. Tragedi pembantaian masal yang
melibatkan polisi setempat. Ratusan korban berjatuhan, 103 (ada yg
menyebut 111 napi) di antaranya tewas terbunuh. Tragedi Caradiru
bermula dari meletusnya perang ‘antar gank’ di penjara tersebut, yang
melebar hingga melibatkan banyak narapidana. Polisi kemudian
mendatangkan bala bantuan. Sebenarnya saat itu banyak napi telah
menyerah dengan melemparkan senjata mereka . mereka meminta
perlindungan polisi. Namun dijawab polisi dengan menembaki mereka.
 Perlakuan
brutal dari pihak kepolisian memicu protes di mana-mana, tak terkecuali
Amnesty Internasional yang mengkampanyekan penjara tersebut ditutup
tahun 2002. Amnesty Internasional melaporkan telah terjadi pelanggaran
hak-hak azasi manusia di sana yang tak bisas ditelerir lagi. Bukan itu
saja fasilitas penjara juga sedemikian buruk sehingga menyebarkan
penyakit mematikan.
 Pada masa
itu Kepala Kepolisian Metropolitan Sao Paulo adalah Ubiratan Guimaraes,
dia dianggap orang yang paling bertanggungjawab meletusnya tragedy ini.
Kasus yang menimbulkan kemarahan dunia ini membawa Guimaraes ke kursi
pesakitan. Ia sempat diadili dengan tuduhan pembunuhan terhadap 102
orang. Namun Pengadilan kemudian membebaskan Guimaraes karena yg
bersangkutan mengatakan polisi melakukan itu karena ditembaki.
Pemerintah Brasil menganggap bahwa tragedy itu terjadi bukan tanggung
jawab pihak kepolisian.
 

2. Bang Kwang Prison (Thailand)
alt 
Dikenal
sebagai “Bangkok Hilton”. Penjara ini boleh dibilang sudah tidak layak
lagi, selain penuh sesak, juga kekurangan tenaga sipir. Para napinya
dirantai. Kabarnya banyak napi jadi gila akibat stress melewati bulan
bulan pertama di tahanan itu. Direktur penjara Khun NatteeThailand. Di
sini fasilitas sangat minim, termasuk perawatan kesehatan terhadap napi
yg sangat standar. Napi yg sakit hy bisa meringkuk dengan kaki dirantai
di kamarnya, sambil menunggu datangnya obat (kalau dapat).
 mengakui, kalau penjaranya adalah paling keras diseluruh 

3. ADX Florence Supermax Prison: (Colorado)
alt
Penjara
ini dibangun sebagai respon atas serangan terhadap para sipir dan staf
yang terjadi di penjara lain di Amerika. Di penjara ini menerapkan
maximum security untuk mencegah terjadinya serangan para napi terhadap
sipir ataupun staf penjara. Karenanya para napi diisolasi dari staf
penjara. Para napi mengalami penyiksaaan psikologis karena selama 23
jam hanya dihabiskan diselnya. mereka tak bisa kemana mana.
 Menjadi
narapida di ADX adalah suatu mimpi buruk tak tak terlupakan bagi
mereka. Di sasna mereka menerima kondisi paling jelek dari yg terjelek.
Karenanya mereka yg masuk ke sini adalah para penjahat kelas kakap
termasuk yg telah berkali-kali masuk penjara. Di sinilah ‘neraka’
penjara yg bisa mengakibatkan derita seumur hidup.
 Selama
13 tahun beroperasi, dua orang tawanan dikabarkan mati terbunuh di ADX
Florence. Salah satunya Lawrence Klaker. Ada yg menyebut dia mati
ditembak, tp ada juga yg bilang bunuh diri.
 

4. Alcatraz Island Prison: (San Francisco, CA)
alt 
Penjara
ini, yang dikenal sebagai “The Rock”, atau “Devil’s Island” . Dibangun
1920-an. Segala ketidak nyamanan ada di sini. Alcatraz dirancang
sedemikian rupa sehingga amaty kecil kemungkinan napi bisa lolos dari
sini. Alcatraz benar benar menciptakan dunia sendiri. Para napi
benar-benar terputus kontak dengan kehidupan di luar sana.
 Pejabat
penjara yg arogan, sipir yg kasar, kebijakan yg tdk manusiawi mewarnai
hari-hari para napi di sana. Tak usah heran kalo byk yg terkena
gangguan jiwa akibat tekanan psikologis yg luar biasa. Bayangkan saja,
di sana ada larangan untuk tdk bercakap cakap dgn napi lain, kalo tdk
menurut, hukuman menunggu. Napi dilarang mengeluarkan emosinya. Mereka
dipaksa diam! Hak hak sbg manusia, di Alcatraz, telah dicabut. Sungguh
penjara ‘neraka’. Penjara ini ditutup pada 1963, tetapi warisan
kegelapan terus ‘hidup’ dan menjadi legenda. (Pengen tau seperti apa,
nonton aja escape from alcatraz)
 

5.San Quentin Prison: (San Quentin, California)
alt 
Tahun
1930′a an, pengelolaan penjara ini sarat dengan korupsi, sampai
akhirnya muncul direktur baru Clinton Truman Duffy yg melihat kondisi
tak manusiawi dari penjara ini, memutuskan melakukan perbaian di tahun
1940 an. Tapi sebelum masuknya direktur baru, penjara ini dikenal
sangat tidak manusiawi memperlakukan para napi. Kepala mereka dibotaki
dan dipaksa memakai seragam yg diberi nomor, mereka makan dengan wadah
ember2. Menghuni sel sempit tanpa diberi lampu.
 Di
sini nyawa tidak ada harganya. Kerusuhan antar ras kerap terjadi.Rasio
antara penjaga penjara dan napi tidak sebanding, itu sebabnya banyak
hal terjadi diluar kontrol.
 

6. Diyarbakr Prison: (Turki)
alt 
Penjara
ini disebut sebagai penjara terkejam di turki di mana segala kebrutalan
dan kesadisan begitu lumrah terjadi. Dari 1981 sampai 1984, 34 orang
tawanan tewas karena penyiksaan berlebihan, baik jiwa maupun fisiknya.
Belum lagi kasus penyimpangan seksual yg merajalela.
 Para
napi sebenarnya telah melakukan protes terhadp pengelolaan penjara.
Mereka melakukan mogok makan, bahkan membakar diri sendiri sebagai
bentuk protes. Namunn tdk berhasil. Fasilitas penjara ini ’sangat
mengerikan’ jauh dari standar. Di sini pernah terjadi peristiwa
menggerkan di mana anak-anak dijebloskan di sini dan mendapat hukuman
penjara seumur hidup. Kejahatan terhadap kemanusian sepertinya menjadi
peristiwa biasa saja. Tak heran penjara ini masuk dalam saslah sastu
penjara yg paling menyeramkan di dunia.
 

7. La Sabaneta Prison: (Venezuela)
alt 
Venezuela
juga memiliki penjara tak kalah brutalnya, yakni La Sabanetaa, di mana
kekerasan menjadi ’santapan’ hari-hari. Fasilitas yg sangat minim,
membuat wabah penyakit begitu mudah menyebar. Maklum, pelayanan dokter
sangatlah minim, bahkan nyaris tak ada. Makanan kurang dengan menu yg
jauh dari sederhana.
 Kondisi
napi di Penjara La Sabaneta adalah yang jelek dari yang terjelek. Tak
heran kalo wabah kolera sempat mampir kemari dan memakan korban 700
napi. Di sini pun pernah terjadi pembataian masal yg mengambil korban
100 an napi tahun 1994. Kematian merajalela di La Sabaneta. Salah
sedikit, nyawa bisa melayang. Para staf penjara yg malas mengurusi
napi, sehingga para napi bisa leluasa berbuat semaunya. mereka
berkelahi bahkan membunuh sesama napi. Para penjaga ‘menutup mata’ atas
kejadian2 ini.
 

8. La Sante Prison: (Paris, Perancis)
alt 
Seperti
penjara ‘maut’ lainnya, di sini pun nyawa manusia tak berharga.
perlakuan brutal merajalela. Kesewenangan pengelola penjara membuat
kehidupan napi benar benar tidak berharga. Banyak napi akhirnya menjadi
gila. Sel-sel penjara yg penuh kutu dan tikus, semakin membuat napi
stress.
 Sungguh ironis dengan
arti kata ‘ La Sante’ yg berarti health (kesehatan) dalam bahasa
Inggris. Karena pada kenyataannya hidup di sana sungguh tdk sehat.
Perbudakan antar sipir ke napi, napi ke sesama napi, sudah menjadi
biasa. Kasus perkosaan antar sesama napi sangat tinggi dan terjadi
setiap hari. Tak heran kalo banyak napi tak tahan akhirnya bunuh diri,
atau menjadi gila. Sepanjang tahun 2002 dikabarkan terjadi 122 kasus
bunuh diri napi. Disusul 73 napi pada pertengahan 2003.
 Kecenderungan
bunuh diri ini kemungkinan karena kondisi hidup yang mengerikan di
sana. Penjara yg terlalu padat, fasilitas minim, serta aneka kekerasan
yg terjadi di sana, diduga sebagai pemicu tindakan bunuh diri.
 

9. Rikers Island Prison: (Rikers Island, New York)
alt 
Penyiksaan
brutal membuat penjara ini begitu dikenal di amerika. Pada 2007,
tawanan Charles Afflic mengalami penyiksaan yg berlebihan dari penjaga
penjara sehingga harus menjalani pembedahan otak. Sebanyak 6 napi bunuh
diri di selnya krn tak tahan dgn suasana penjara yg menekan, pada 2003.
 

10. Tadmor Prison: (Suriah)
alt 
Kematian
di penjara ini seperti tak terhitung banyaknya. Kekerasan di Tadmor
begitu mengerikan dan benar-benar tak kenal ampun. Seorang mantan napi
Tadmor menggambarkan penjara ini sebagai kerajaan maut dan kegilaan
mengerikan
 Tadmor memiliki
penjaga haus darah, narapidana penjagal,dan tawanan politik. Pada 1980,
sesudah percobaan pembunuhan pada Presiden (di Damaskus), narapidana
terpaksa membayar mahal. Para perajurit penyerang penjara, mereka
menggunakan halicopter dan mendarat di Tadmor. Para prajurit ini
membatai 500 orang tawanan di sel mereka. Para napi ini mati
mengenaskan, tidak dapat menyelamatkan diri karena para sipir merantai
kaki mereka di sel.
 Bagaimana
dengan penjara-penjara di Indonesia? apakah mengerikan atau tidak?
hehe.. bagi para pengusaha kakap, penjara di Indonesia adalah tempat
untuk pindah tidur..

Fahri : Haram Bagi PKS Terima Kenaikan BBM Tersebut

Fahri Hamzah : Haram Bagi PKS Terima Kenaikan BBM TersebutJakarta, SE.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak kenaikan harga BBM subsidi. Anggota FPKS dari Komisi VI DPR Dapil NTB, Fahri Hamzah mengatakan, pemerintah masih mempunyai cara lain menekan kenaikan beban subsidi BBM dan fraksinya menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat.

"Kami dari Fraksi PKS tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dilakukan saat ini, alias Haram bagi kami untuk menerima kenaikan tersebut" katanya di Jakarta, Rabu (29/2/2012). Namun, menurut dia, sebagai rencana jangka panjang, kebijakan kenaikan harga BBM memang tidak bisa dihindari.

Pemerintah merencanakan kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai cara menekan beban subsidi APBN 2012 yang meningkat karena tingginya harga minyak. Rencana kenaikan tersebut akan dilanjutkan kembali pembahasannya pada tanggal 6 Maret mendatang antara pihak Pemerintah dan DPR. Apalagi, lanjutnya, kondisi politik saat ini belum kondusif untuk menerima dampak kenaikan harga BBM subsidi.

Menurut dia, citra lembaga politik terutama pemerintah dan DPR terus merosot belakangan ini. Kenaikan harga BBM yang berdampak merata ke seluruh strata masyarakat, akan menambah beban khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. "Kalau ditambah beban kenaikan harga BBM, saya khawatir akan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat," ujarnya.

Ia juga menambahkan, pemerintah sebenarnya masih bisa menekan kebocoran alokasi BBM subsidi yang diduga cukup tinggi untuk menutupi pembengkakan subsidi APBN 2012. "Kalau itu dilakukan, maka beban APBN 2012 masih cukup bertahan pada harga minyak sekarang ini," katanya. Jadi, menurut Irel, kuncinya pada pengawasan pendistribusian BBM subsidi kepada yang berhak.(SN)

Sejarah Ka’bah

 
Ka’bah  awalnya dibangun oleh Adam dan kemudian anak Adam, Syist, melanjutkannya. Saat terjadi banjir Nabi Nuh, Ka’bah ikut musnah dan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun kembali. Al-Hafiz Imaduddin Ibnu Katsir mencatat riwayat itu berasal dari ahli kitab (Bani Israil), bukan dari Nabi Muhammad.
Ka’bah yang dibangun Ibrahim pernah rusak pada masa kekuasaan Kabilah Amaliq. Ka’bah dibangun kembali sesuai rancangan yang dibuat Ibrahim tanpa ada penambahan ataupun pengurangan. Saat dikuasai Kabilah Jurhum, Ka’bah juga mengalami kerusakan dan dibangun kembali dengan meninggikan fondasi. Pintu dibuat berdaun dua dan dikunci.
Di masa Qusai bin Kilab, Hajar Aswad sempat hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar dan ditanam di sebuah bukit. Qusai adalah orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengelola Ka’bah selepas Nabi Ibrahim. Di masa Qusai ini, tinggi Ka’bah ditambah menjadi 25 hasta dan diberi atap. Setelah Hajar Aswad ditemukan, kemudian disimpan oleh Qusai, hingga masa Ka’bah dikuasai oleh Quraisy pada masa Nabi Muhammad.
Dari masa Nabi Ibrahim hingga ke bangsa Quraisy terhitung ada 2.645 tahun. Pada masa Quraisy, ada perempuan yang membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka’bah. Kiswah Ka’bah pun terbakar karenanya sehingga juga merusak bangunan Ka’bah. Kemudian, terjadi pula banjir yang juga menambah kerusakan Ka’bah. Peristiwa kebakaran ini yang diduga membuat warna Hajar Aswad yang semula putih permukaannya menjadi hitam.
Untuk membangun kembali Ka’bah, bangsa Quraisy membeli kayu bekas kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal milik bangsa Rum. Kayu kapal itu kemudian digunakan untuk atap Ka’bah dan tiga pilar Ka’bah. Pilar Ka’bah dari kayu kapal ini tercatat dipakai hingga 65 H. Potongan pilarnya tersimpan juga di museum.
Empat puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka’bah juga terbakar. Kejadiannya saat tentara dari Syam menyerbu Makkah pada 681 Masehi, yaitu di masa penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang berarti juga keponakan Aisyah.
Untuk membangun kembali, seperti masa-masa sebelumnya, Ka’bah diruntuhkan terlebih dulu. Abdullah AzZubair membangun Ka’bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu lagi dekat sudut Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair memasang pecahan Hajar Aswad itu dengan diberi penahan perak. Yang terpasang sekarang adalah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan lilin, kasturi, dan ambar. Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan mencapai 50 butir.
Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi berkirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah kelima dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahukan bahwa Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka’bah dan memasukkan Hijir Ismail ke dalam bangunan Ka’bah.
Hajjaj ingin mengembalikan Ka’bah seperti di masa Quraisy; satu pintu dan Hijir Ismail berada di luar bangunan Ka’bah. Maka, oleh Hajjaj, pintu kedua–yang berada di sebelah barat dekat Rukun Yamani–ditutup kembali dan Hijir Ismail dikembalikan seperti semula, yakni berada di luar bangunan Ka’bah.
Akan tetapi, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal setelah mengetahui Ka’bah di masa Abdullah bin AzZubair dibangun berdasarkan hadis riwayat Aisyah. Di masa berikutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid hendak mengembalikan bangunan Ka’bah serupa dengan yang dibangun Abdullah bin Az-Zubair karena sesuai dengan keinginan Nabi.
Namun, Imam Malik menasihatinya agar tidak menjadikan Ka’bah sebagai bangunan yang selalu diubah sesuai kehendak setiap pemimpin. Jika itu terjadi, menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati kaum Mukmin.
Pada 1630 Masehi, Ka’bah rusak akibat diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai bangunan Hajjaj bin Yusuf hingga bertahan 400 tahun lamanya pada masa pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang memulai proyek pertama pelebaran Masjidil Haram.

Kisah Nabi Ibrahim a.s dan Empat Ekor Burung

Alkisah di tengah-tengah masyarakat yang dipenuhi dengan kesyirikan dan noda kemaksiatan lahirlah seorang pemuda yang kelak kita kenal sebagai Nabi Ibrahim. Ia anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan sempitnya fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus diberantas dan diperangi agar mereka kembali kepada ibadah yang benar ialah ibadah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? ”
Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebal iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah ia kepada Allah: ” Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.”Allah menjawab seruannya dengan berfirman:bTidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? “Nabi Ibrahim menjawab:” Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kokoh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.   Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada.
Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “Kun” yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki ” Fayakun”. (kisah islami)

Nahdlatul Ulama Sudah Ada di Sumbawa Sejak 1935

Pembacaan Barzanji disetiap prosesi adat Sumbawa misalnya, menunjukkan betapa pemikiran dan pemahaman yang dibawa NU sangat relevan dengan karakter dan sifat masarakat Sumbawa. Begitu pula dengan Ratib Rabana Ode maupun Ratib Rabana Rea sebuah music tabuh tradisional, juga sangat identik dengan pemikiran yang ada di dalam organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
Berawal dari adanya kesadaran sekelompok orang untuk melakukan pembinaan khususnya dalam menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Sumbawa. Upaya itu diwujudkan dengan membentuk sebuah wadah yang namai Badan Tablig. Badan Tabliq ini berfungsi untuk melakukan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Pembentukan Badan Tablig itu juga dilakukan untuk menangkis propaganda Kristen yang sangat gencar dilakukan oleh jemaat sebuah gereja di Sumbawa kala itu.
 Badan Tablig ini pertama kali diprakarsi oleh seorang Pegawai Kantor Pajak Bumi Sumbawa. Badan ini ternyata cukup ampuh khususnya untuk melawan propaganda tadi. Tabliq-tabliq yang dilakukan hingga ke pelosok-pelosok desa, mendapat respon luas di kalangan masyarakat Sumbawa. Dukungan yang kuat juga datang dari Pemerintah Kesultanan Sumbawa, yang saat itu dibawah kepemimpinan Sultan Kaharudin III.
Tersebutlah seorang pemuda pada sekitar tahun 1934 bernama Abdul Majid berusia kurang lebih 15 tahun, putra daerah Sumbawa yang sudah lama tinggal di Jakarta dan dikenal pula sebagai anak asuh  H. Agus Salim, datang ke Sumbawa menawarkan kepada pengurus Badan Tablig untuk mengembangkan dakwah yang berlandaskan Ahlussunah Wal Jama'ah  sekaligus menawarkan pembentukan organisasi NU yang saat itu dipimpin oleh KH Mahfud Siddiq.
Meskipun KH Agus Salim tidak tergolong sebagai tokoh NU dan Abdul Majid yang awalnya bukan seorang Nahdiyin, namun ia sangat mengagumi perkembangan organisasi NU saat itu. Begitu pula dengan kemampuan para tokoh-tokohnya yang saat itu sangat menojol dalam pentas pergerakan Nasional. Dari hasil tukar pikir antara Abdul Majid dengan tokoh-tokoh badan tablig tersebut maka secara aklamasi mereka dapat menerima pehaman Ahlussunnah Wal Jamaah tadi seraya membentuk NU di Kabupaten Sumbawa.
Untuk mewujudkan keinginan membentuk NU tersebut disepakatilah untuk mengutus dua orang kurir untuk menemui pimpinan NU di Jakarta. Kedua orang tersebut diterima dengan suka cita oleh jajaran Pimpinan NU saat itu. Mereka lalu pulang dengan membawa Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. Pada tahun 1935 terbentuklah kepengurusan NU di Kabupaten Sumbawa dengan Ketua M. Yakub Datu Kadi, paman dari Sultan Kaharudin III. Kemudian sebagai Wakil Ketua masing-masing H. M. Amin  ( Penghulu ) H. Muhammad bin Nurdin, H. M. Ali dan H. Muhammad Lebe Dalam.
Ketika KH M. Dahlan dan KH Dhofir selaku konsul NU untuk Indonesia Timur berkunjung ke Sumbawa di akhir tahun 1935 barulah komposisi kepengurusan cabang NU Sumbawa  disempurnakan. Rois dipercayakan kepada Haji Muhammad Amin ( Penghulu) Wakil Rois  H. Muhammad Lebe Dalam, Katib  H. M. Zaenuddin, Wakil Katib , Abdul Kahfi, dan Wakil Katib, Imam Haji M. Zain.
Sementara untuk Tanfiziah , Ketua  M. Yakub Datu Kadi, Sekertaris  Lalu Manca, Wakil Sekertaris  Muhammad Zain Anwar. Bendahara I : Ido, Bendahara II : Supu ( Kepala Kantor Pajak dan Bumi Sumbawa. A’WAN dipercayakan kepada Dahing Alias Tahir, Baso Bayang, Baso Penek, Zaenuddin, Lalu Odang. Sedangkan MABAROT dipegang oleh H. Ahmad Dea Rura, H. Abdullah Kampung Bugis, dan H. Muhammad Zain Brang Bara. Bersamaan dengan itu pula sekaligus dibentuk Muslimat NU Cabang Sumbawa yang diambil dari para isteri pengurus NU Cabang Sumbawa.
Dukungan Sultan Muhammad Kaharuddin III dalam membentuk NU Cabang Sumbawa ini sangat besar. Seluruh keluarga Sultan saat itu menjadi kader nahdiyin. Sultan juga yang mengundang seorang Da’I dari Jakarta bernama Sayid Husain Sihab untuk berdakwah di Sumbawa. Sayid Husain bahkan tinggal bersama keluarga Sultan dikediamannya. Selama dua tahun ia berdakwah di Sumbawa. Ia pun terlibat dalam renovasi Mesjid Makam ( Mesjid Nurul Huda sekarang ). Setelah itu Sultan lalu mengirim Sayid Husain ke Bima dan Dompu untuk berdakwah sekaligus membentuk kepengurusan NU disana.
Perkembangan NU dari tahun ketahun terus melejit hingga memasuki tahun tujuh puluan.
Orang-orang NU pun banyak duduk di Pemerintahan seperti Haji Hasan Usman dan Haji Muhammad Zain Anwar. Haji Hasan Usman menjadi Bupati Sumbawa selama dua periode begitu pula dengan Haji Muhammad Zain Anwar dipercayakan menjadi Sekda Sumbawa. Sederetan nama lainnya juga tercatat sebagai orang-orang yang telah membesarkan NU di Sumbawa, seperti Aziz Rahim, Haji Muhtar Anwar, Haji Rauf Maula dan banyak lagi. Sekarang tetua NU yang tersisa adalah KH Moh Zain A.Rasyid yang sekarang menjabat Ketua Dewan Syuroh NU Cabang Sumbawa.
Ketika Golongan Karya mulai hadir dipentas politik bangsa ini, sejumlah tokoh NU yang berada dipemerintahan seperti Drs Haji Hasan Usman sebagai Bupati Sumbawa dan Haji Muhammad Zain Anwar sebagai Sekda, keberadaan NU di Sumbawa terpecah menjadi dua blok. Tokoh NU di pemerintahan membentuk Sekretaris Bersama Golongan Karya yang merupakan cikal bakal Partai Golkar sedangkan yang berada diluar Pemerintahan tetap bertahan di NU yang saat itu sudah berubah menjadi Partai Islam. Sejak saat itu orang-orang NU mulai saling curiga bahkan Haji Muhammad Zain Anwar dengan saudara kandungnya yakni Haji Muhtar Anwar saling berlawanan apliasi politiknya. Sejak saat itulah NU mulai membumi dan sulit bangkit. Kejayaan masa lalu hanyalah sebuah kisah manis yang berujung dengan kepahitan.
Namun pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah ditengah masarakat Sumbawa tidak pernah tergerus oleh derasnya terpaan badai politik dinegeri ini. Sekarang dibawah kepemimpinan Drs.Haji Mahmud Abdullah sebagai Ketua Tanfiziah NU Cabang Sumbawa, semua tokoh-tokoh muda NU dan kader nahdiyin lainnya, menyandarkan harapan besar untuk dapat membawa NU ini kembali berjaya seperti decade awal pembentukannya.
Share

Kisah Panglima Mayu

Banyak kisah yang menjadi catatan para pelaku sejarah di Kabupaten Sumbawa khususnya tentang gerak kiprah pembantu-pembantu Raja dalam mengawal daerah nya menjadi wilayah yang disegani. Haji M. Zain Anwar ( alm ) misalnya, adalah salah seorang pelaku sejarah yang memiliki sejumlah catatan tentang Sumbawa antara lain bagaimana hebatnya bala tentara kerajaan Sumbawa ketika melawan bajak laut yang selalu mengganggu dan meresahkan.
Konon dahulunya perairan Sumbawa banyak dikuasai oleh bajak laut yang berlindung di Teluk Saleh bahkan konon pula mereka dilindungi oleh Raja Kempong Dompu. Banyak pedagang yang berlayar ke Sumbawa dirompak ditengah laut baik itu yang datang dari Sulawesi, Kalimantan dan sebagainya. Mereka lalu mengadu kepada Sultan Sumbawa agar bagaimana para bajak laut itu bisa dilumpuhkan.
Tersebutlah seorang pelaut ulung dari Pulau Bungin yang memiliki kedekatan pribadi dengan Sultan dan keluarganya. Ia dijuluki Panglima Mayu karena ia adalah Panglima Perang Tentara Laut Kerajaan Sumbawa. Panglima Mayu dikenal sebagai orang yang tidak banyak omong dan setiap titah Raja selalu dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Nama Panglima Mayu sudah dikenal hingga ke Negeri Aceh dan Banjar bahkan pula di kerajaan-kerajaan yang berada di Sulawesi. Siapapun yang ingin menganggu kedaulatan laut kerajaan Sumbawa akan berpikir seribu kali jika mengetahui Panglima Mayu berpatroli disepanjang garis pantai.
Sebelum diangkat menjadi Panglima Tentara Laut Kerajaan Sumbawa Daeng Mayu ..begitu ia akrab dipanggil, hanya mengawal perairan bagian barat Sumbawa khususnya pulau-pulau kecil yang berada dikawasan itu. Satu ketika ia sempat adu kekuatan dengan sekelompok orang di Pulau Panjang. Mereka dikenal sebagai perampok-perampok kecil oleh masarakat disekitar itu. Semua hasil tangkapan ikan masarakat dirampok bahkan sampan-sampan pun mereka ambil.
Ketika seorang warga Bungin pulang dari melaut dengan cara berenang, ributlah orang sekampung dan mereka langsung menyebut para perampok di Pulau Panjang sebagai biang keladinya. Itu pun mereka harus bersukur jika hanya ikan hasil tangkapan dan sampannya saja yang diambil. Karena juga sering terjadi para nelayan itu dibunuh oleh perampok itu.
Seorang Mayu lalu mengumpulkan warga dan bersepakat membuat semacam kelompok kecil untuk menghajar para perampok itu. Suatu hari berangkatlah Daeng Mayu bersama rekan nya menyusuri pantai kemudian mengelilingi Pulau Panjang dengan berbekal 3 buah sampan layar. Dua hari dua malam kisah mencari perampok ini dilakukan Daeng Mayu dan teman-teman nya namun pulau Panjang dianggap aman saat itu.
Ketika angin mulai bertiup kencang dan kelompok Mayu berniat kembali ke Bungin terlihatlah oleh mereka sejumlah orang di Gili ( Pulau ) Kalong tidak jauh dari Pulau Panjang. Ketika didekati dan turun di pantai orang-orang itu tidak dikenal nya hanya sampan yang mereka pakai dikenali sebagai milik masarakat Bungin yang beberapa waktu lalu dirampoknya.
Perampok itu melakukan perlawanan terhadap Daeng Mayu dan rekan-rekannya. Namun mereka ternyata tidak bisa menandingi kemampuan bela diri dari Daeng Mayu dan kawan-kawan. Peristiwa itu berakhir dengan tewasnya para perampok tsb. Dan sejak saat itu Gili Rakit seperti diharamkan oleh masarakat untuk mendatanginya,karena disitulah para perampok itu dikuburkan. Ditambah lagi dengan cerita-cerita yang berkembang, bahwa ditempat itu selalu terdengar suara orang berteriak dan mengerang kesakitan seperti ketika mereka dihajar kelompok Daeng Mayu.
Daeng Mayu memiliki ilmu bela diri yang tidak dimiliki orang lain saat itu. Ia juga jago dalam ilmu kebal, memanah dan bertarung dibawah laut. Ia sanggup tinggal berjam-jam lamanya didasar laut. Jadi jangan heran kalau sebagian masarakat Bungin dikenal juga sebagai penyelam. Semua itu adalah kemampuan yang diturunkan oleh Daeng Mayu kepada anak keturunan nya kemudian diwarisi oleh masarakat lainnya sampai hari ini.
Sultan Sumbawa kala itu sudah mendengar kemampuan Daeng Mayu dan keluarga kerajaan sudah sering berkunjung ke Bungin. Tatkala Perairan Timur Sumbawa semakin terancam oleh para bajak laut, Daeng Mayu dipanggil ke Istana Raja Sumbawa. Ia diberi tugas untuk menumpas perompak atau bajak laut diperairan timur Sumbawa. Ketika itulah ia diangkat menjadi Panglima Perang dari Tentara Laut Kerajaan Sumbawa. Ia juga diberi hak untuk menggunakan bendera Perang “ Lipan Api “
Dalam melaksanakan tugasnya.
Panglima Mayu lalu membuat sejumlah perahu dan merekrut orang-orang yang dianggap pantas mendampinginya untuk memerangi para bajak laut itu. Dari sejumlah pertempuran yang terjadi diperairan timur Sumbawa semuanya dimenangkan oleh Panglima Mayu dan anak buahnya. Akan tetapi para bajak laut selalu lari menyelamatkan diri di Teluk Saleh diwilayah perairan Kerajaan Kempong Dompu. Lalu Raja Kempong diingatkan agar tidak melindungi para bajak laut tersebut. Namun Kerajaan Kempong tidak menggubris bahkan ketika diancam akan diserangpun tetap tidak mengindahkan peringatan Raja Sumbawa.
Akhirnya Kesultanan Sumbawa memutuskan untuk berperang dengan Raja Kempong yang memiliki wilayah hingga ke Kecamatan Empang sekarang. Melalui laut ditugaskan lah Panglima Mayu dan bala tentara nya. Begitu pula bala tentara yang menyerang lewat darat. Pertama Empang ditaklukkan setelah berhasil memukul mundur tentara Raja Kempong. Pertempuran terus berlangsung setiap harinya hingga akhirnya tentara Kerajaan Kempong bertahan di Desa Kwangko Dompu. Saat itulah Belanda turun tangan menengahi pertikaian ini dan perbatasan pun berubah ketempat pertahanan terakhir bala tentara Kerajaan Sumbawa yakni di perbatasan Sumbawa Dompu sekarang. Karena peristiwa itu pula sebagian wilayah dompu dicaplok oleh Sumbawa mulai dari Empang hingga ke Desa Mata sekarang.

Sejarah Cek Bocek

Dato’ Sukanda RHD ( Kepala Suku Berco )
Tokoh Sejarah Suku Berco
-         Jasardi Gunawan, S.Ip ( Ketua BPHD AMAN Sumbawa
)
-         Febriyan Anindita ( Kepala Biro Mediasi dan
Advokasi PD AMAN Sumbawa)
-         M. Aryansyah Akbar S.Ip (Kepala Biro Partisipasi
Politik PD AMAN Sumbawa )
-         Mukhlis S.T ( Kepala Biro Litbang dan SDA PD
AMAN Sumbawa)


1.1. Lokasi wilayah komunitas
adat Cek Bocek Selesek Reen Sury
Secara administrasi, wilayah
administrasi wilayah adat Cek Bocek Selesek Reen sury berada di Kecamatan
Ropang, Kabupaten Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Fokus wilayah komunitas
Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury dengan bahasa pengantar “Berco” berada di
dalam wilayah Kecamatan Ropang membawahiyang membawahi 5 desa;, yaitu Desa
Lawin, Desa Lebangkar, Desa Ranan, Desa Lebin dan Desa Ropang.
Komunitas Adat Cek Bocek menyebar
di dua wilayah, yaitu Desa Lawin dan Desa Lebangkar, keduanya merupakan satu
garis keturunan dari Komunitas Adat Cek Bocek Reen Sury.Pusat pemukimannya
hanya dipisahkan oleh sebuah badan sungai kecil yang masuk ke sungai utama
yaitu Songe Sengane.
Untuk mencapai lokasiUntuk menuju
komunitas Cek Bocek, dari pelabuhan penyeberangan Pototano ke iibukota
Kabupaten Sumbawa jarak tempuhnya sekitar 93 km. K, kemudian dilanjutkan ke
arah selatan yang harus menempuh jarak sekitar 76 km melewati iibukota
Kecamatan Ropang hingga tiba di Komunitas Cek Bocek. Kalau  dari ibukota Kecamatan Ropang ke Komunitas
Cek Bocek jaraknya sekitar 7 km.

Bab II. Profil Komunitas Adat Cek
Bocek Selesek Reen Sury
2.1 Sejarah Komunitas
Penamaan “Cek Bocek” diambil dari
nama seseorang yang ditunjuk oleh Datu Awan Mas Kuning sebagai wakilnya dan
sebagai pimpinan komunitas di Selesek – Reen Sury.
Berdasarkan catatan sejarah lisan
yang terdokumentasi menjelaskan bahwa asal-usul komunitas Cek Bocek yang
sekarang menetap di Lawin dan Lebangkar, sebelumnya berlokasi di wilayah antara
Brang Panas dan Brang Sepakat (Songe Dodo) dimana ditengah-tengahnya terdapat
Olat/Bolon/Gunung Dodo (950 m dpl).
Di wilayah ini terdapat 6
kelompok pemukiman, yaitu Dodo, Selesek, Sury, Beru, Jeluar, Lempui/Tanganam
dan Lebah.  Tetapi pada tahun 1930 –
1935, keenam kelompok komunitas ini dipaksa oleh Pemerintahan Kolonial Belanda
yang bekerjasama dengan Kesultanan Sumbawa agar mengosongkan wilayah
tersebut.Dengan sangat terpaksa keenam komunitas tersebut sejak tahun 1935
tersebar keberbagai lokasi hingga saat ini sudah menempati wilayah
masing-masing.Seperti, komunitas Dodo sekarang menempati Lebangkar, Selesek dan
Sury menempati Lawin, Jeluar dan Beru menempati wilayah kecamatan Semurung,
sedangkan Lempui/Tanganam dan Lebah menempati wilayah kecamatan Lunyuk.Lebih
jelasnya mengenai sejarah dan asal-usul komunitas Adat Cek Bocek dijabarkan di
bawah ini.

Sejarah Komunitas Cek Bocek 
Pada abad ke-14 di wilayah
Nusantara sedang aktifnya perdagangan dan penyebaran Agama Islam, dimana
pedagang-pedagang Gujarat dari Timur Tengah melakukan pelayaran melalui
Samudera Pasai. Sambil berniaga, orang-orang Gujarat juga melakukan syiar Islam
pada setiap wilayah yang disinggahi, disamping itu banyak pula
kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara melakukan hal yang sama ke wilayah
lain.  Singkat kata, bahwa di  Pulau Sumbawa juga menjadi sasaran
perdagangan dan syiar Islam baik dari arah pantai selatan maupun pantai
utara.   Tahun 1492; Datu Awan Mas Kuning
datang ke Sumbawa
Pantai selatan pulau Sumbawa pada
tahun 1492 disinggahi oleh kapal layar Gili Koana yang di nakodai oleh Datu
Awan Mas Kuning dengan membawa anak buah kapal yang berasal dari Suku Melayu,
Suku Plowe Timor, Surabaya Huja, Selaparang dan Lahat Sumatera Selatan.Pada
tahun 1492, Kapal layar Gili Koana yang di nakodai oleh Datu Awan Mas Kuning
(dengan membawa anak buah kapal yang berasal dari Suku Malayu, Suku Plowe
Timur, Surabaya Huja, Selaparang dan Lahat Sumatera Selatan) singgah di pantai
selatan Pulau Sumbawa. Kapal layar Gili Koana pertama kali menyandar di Tanjung
Senare (Telok Sedo Liang Song) dekat Boa Ptesa dan menurunkan seluruh
muatannya.Atas perintah Datu Awan Mas Kuning, seluruh anak buah kapal melakukan
orientasi untuk memilih lokasi yang cocok sebagai tempat tinggal, hingga ke
wilayah pedalaman.  Disamping itu kapal
layar Gili Koana melakukan penyisiran di wilayah pantai ke arah timur hingga di
Teluk SenganeDatu Awan Mas Kuning memerintahkan seluruh anak buah kapal-nya
melakukan orientasi wilayah untuk memilih lokasi yang cocok sebagai tempat
tinggal, hingga ke wilayah pedalaman. Disamping itu Kapal layar Gili Koana
melakukan penyisiran di wilayah pantai ke arah timur hingga di Teluk
Sengane.  Hasil orientasi, mereka bertemu
dengan kelompok orang (9 kelompok) dengan pola hidup berburu dan meramu (dalam
bahasa Berco disebut Bajompang)baik ke wilayah pedalaman maupun yang menyusuri
pantai, rombongan yang di pimpin oleh Datu Awan Mas Kuning bertemu dengan
kelompok orang yang hidup di pedalaman dengan kehidupan sehari-harinya berburu
(meramu), (bahasa Berco : bajompang).. Datu Awan Mas Kuning memutuskan untuk
menetap dan mengembangkan budidaya pertanian di lokasi Lar Uma Balik (Kebon
Talo) sekaligus syiar Islam di wilayah tersebut.

Orang-orang yang masih meramu
ditemukan sebanyak 9 kelompok, dimana tiap kelompoknya terdiri dari 4 sampai 5
anggota. Bertemunya dengan orang-orang yang masih meramu ini, maka Datu Awan
Mas Kuning memutuskan untuk menetap dan mengembangkan budidaya pertanian di
lokasi  Lar Uma Balik (kebon talo). Misi
Datu Awan Mas Kuning dalam syiar Islam tetap berjalan, hingga pPada tahun 1512,
seluruh komunitas harus meninggalkan lokasi ini. Usaha budidaya pertanian
mereka diserang oleh hama kodok berduri dan tikus besar (Loho Kukut) yang
populasinya sangat banyakada tahun 1512 seluruh komunitas harus meninggalkan
lokasi tersebut, karena usaha budidaya pertanian diserang oleh hama kodok
berduri dan tikus besar (loho kukut) yang populasinya sangat banyak.
Lokasi yang menjadi tujuan
berikutnya diKemudian mereka pindah ke Lang Lede (lang : padang), namun di
lokasi ini hanya beberapa tahun saja, karena seluruh usaha pertaniannya
diserang oleh sejenis jamur beracun (kulat prit) yang tumbuh di batang kayu
akibat pembusukan. Oleh karena  itu Datu
Awan Mas Kuning memerintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut dan mencari
lokasi yang lebih baik. Maka seluruh komunitas meninggalkan Lang Lede hingga
menemukan suatu lokasi yang dianggap cocok yaitu di Lang Baha (baha: bawah). Di
lokasi Lang Baha juga mengalami gangguan, yaitu kondisi alam di wilayah ini
tidak cocok untuk dijadikan pemukiman dan usaha pertanian.Belum terlalu lama
komunitas ini menetap, tiba-tiba sudah mendapat gangguan berupa angin yang
disertai debu.Maka atas musyawarah seluruh komunitas memutuskan untuk menuju ke
Selesek, lokasi ini merupakan tempat orang-orang Bbajompang beraktivitas.
Rombongan Datu Awan Mas Kuning
melakukan musyawarah dengan orang-orang Bajompang yang diwakilkan oleh Jompang
Kuang Bira, Jompang Malinger, Jompang Jaluar, Ai Kalenang, Lang Songe,
Rangajam, Pasura, Tajamu dan Tungkus Udat. Dalam musyawarah ini rombongan Datu
Awan Mas Kuningmereka meminta izin untuk menetap di Selesek dan hidup
berdampingan dengan orang Bbajompang.Nampaknya orang Bbajompang menyambut baik
niat rombongan Datu Awan Mas Kuning untuk menetap dan hidup berdampingan,
meskipun mereka berbeda keyakinan.Orang bajompang masih menganut keyakinan
leluhurnya, sedangkan rombongan Datu Awan Mas Kuning beragama Islam menyembah
kepada Allah yang Maha Kuasa.
Hidup berdampingan yang belum
berjalan lama, kemudian kedua kelompok besar ini melakukan musyawarah lagi
untuk membentuk pemukiman yang lebih luas.Keputusan musyawarah tersebut
menghasilkan nama-nama lokasi pemukiman, yaitu Dodo Aho (kelihatan jauh), Dodo
Baha (Jauh dilihat dari bawah), Selesek, Suri, Lebah, Beru, dan Jeluar.



Tahun 1520; Terbentuknya Pemerintahan kedatuan Awan Mas Kuning
Pada tahun 1520 terbentuklah
sistem pemerintahan dengan nama Pemerintahan kedatuan Awan Mas Kuning yang
membawahi 7 kelompok pemukiman. Kepala pemerintahan dipimpin langsung oleh Datu
Awan Kuning dan wakilnya adalah Cek Bocek. Atas mandat dari Datu Awan Kuning
maka dalam menjalankan roda pemerintahan Cek Bocek membentuk kKementrian ,
yaitu; Kementrian Teme Dodo, Selesek (Cek Bocek), Kota Kedatuan Sury (Sury),
Lebah (Kanurunan Lebah) dan Beru – Jeluar (Panyeberu). Sementara Datu Awan Mas
Kuning mendapatkan sebutan baru, yaitu Balang Kelap.Seluruh jalannya roda
pemerintahan ini di kontrol oleh wakil kepala, yaitu Cek Bocek.

Tahun 1622: Wasiat
Datu Awan Mas Kuning
Pada tahun 1622, Datu Awan Mas Kuning membuat wasiat dalam
bahasa berco, yang isinya menyebutkan sebagai berikut :
He….reko, ahi, anak, lar lamat ka
a
Segalabere’kakili sampar benteng
Jangka atu balamung lar lamat ka
a
Ita tino kuasa



Kakili bapak Datu
Turun temurun jangka sempu pitu
Kaseratan Datu Awan Mas Kuning
Wilaya suri reen selesek kakili
nelu seribu telu rates lima pulu balu
Tin  istambul datu awan mas kuning nyan tana
selesek asal kakili  buin lala
Jendre buin  racen keringking, pamali, tuhhung, ai nunuk,
kamasar, samaning,
teme, salaparang, huja, batu
balamung, kebun, talo uma balik lang lede, selesek dodo
jangka sampar laun do…do…jangka
do. Sury, leba, baru, jeluar, lawang
rare , kamilas, sampar banteng,
lar lamat ka a  kakili datu awan mas
kuning jangka
lo  maika tetap ya sising adat istiadat  CEK BOCEK

Tahun 1623; Upaya Kerajaan Goa mempersatukan kerajaan-kerajaan Sumbawa
Hingga pada tahun 1623, Kerajaan
Goa di Sulawesi yang dipimpin oleh Karaeng Maro Wanging mempunyai inisiatif
mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di Samawa (Sumbawa), termasuk
Pemerintahan Datu Awan Mas Kuning.Kemudian seluruh kerajaan kecil di Samawa
tidak terkecuali Pemerintahan Datu Awan Mas Kuning menghadiri undangan
(pemberitahuan) tersebut.Singkat kata, Pemerintahan Datu Awan Mas Kuning
menolak untuk dipersatukan dengan alasan bahwa Pemerintahan Datu Awan Mas
Kuning adalah pemerintahan yang dilandasi oleh adat istiadat dari beberapa suku
dan bukan bentuk kerajaan atau kesultanan. Kerajaan Goa dan Kerajaan kecil lainnya
yang ada di Samawa membuat kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian
yaitu “Kerajaan Goa tidak akan pernah membinasakan Adat Istiadat Kepemerintahan
kedatuan Awan Mas Kuning dan Kaerajaan Goa silakanlah merintah sesuai dengan
bentuknya, ” dan Islam-lah sebagai pondasi.

Tahun 1628 -  ; Pergantian
kepemimpinan
Pada tahun 1628, Datu Awan Mas
Kuning meninggal dunia maka pemerintahan di lanjutkan oleh putra pertamanya M
Hatta yang beristrikan Wangsari. Pemerintahan M Hatta berjalan selama 62 tahun
yaitu sejak sepeninggalan Datu Awan Mas Kuning dari tahun 1628 hingga tahun
1692.Pada tahun 1628 Datu Awan Mas Kuning meninggal dunia. Kemudian
pemerintahan dilanjutkan oleh putra pertamanya, yaitu M Hatta.Pemerintahan M
Hatta berjalan selama 62 tahun.
Tahun 1692, M. Hatta meninggal
dunia,  pada tahun 1692, kemudian
pemerintahannya dilanjutkan oleh putra pertamanya yang bernama Usman.
Dalam kepemerintahannya, Usman
membuat kebijakan tentang ”pertahanan wilayah dan mempererat hubungan dengan
komunitasnya”. , sKebijakan atau strategi tersebut mendapat sambutan positif
dari komunitas, sehingga Usman mendapatkan gelar sebagai Pua Adat. Untuk
memudahkan pertahanan wilayah, maka Usman memperkecil wilayah kedaulatannya,
yaitu di bagian barat sampai ke Sampar Benteng, Jeluar, Beru, Lebak, Selesek,
Sury dan Dodo. Di bagian selatan sampai di batas laut selatan dan di bagian
timur sampai di Batu Balamung dan dibagian utara  sampai di Bolon Tenga, Batu Beranak, Srihi
dan Kamilas Suir Manis.
Pada saat Usman menjalankan
pemerintahannya, di Samawa terdengar ada berita tentang sayembara ketangkasan
yang diadakan oleh Kerajaan Sidenrang, maka Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I
atau bernama Amasa Samawa/Datu Bala Balong/Datu Apit Ai pada masa zaman
Masdina, seluruh pemimpin komunitas diundang melakukan pertemuan khusus.Undang
tersebut membahas tentang perjodohan Ratu Kerajaan Sidenrang dari tanah Ugi
yang terkenal kecantikannya.Untuk itu Kerajaan Sidenrang membuat sayembara
ketangkasan sepak raga yang terbuat dari emas. Pemenang dari sayembara
ketangkasan ini akan mendapatkan Ratu Kerajaan Sidenrang sebagai jodohnya, maka
seluruh undangan mendaftarkan diri sebagai peserta, tidak terkecuali Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah I (Amasa Samawa). Singkat kata, sayembara ketangkasan tersebut
dimenangkan oleh Amasa Samawa, maka ia mendapatkan Ratu Kerajaan Sidenrang yang
cantik itu sebagai istrinya.
Pemerintahan Usman (Pua Adat)
hanya berjalan dari tahun 1692 hingga tahun 1728, kemudian pemerintahannya
dilanjutkan oleh putranya yang bernama Tunru bin Usman. Pemerintahan Tunru
melanjutkan kebijakan ayahnya dan mengintensifkan hubungan kekeluargaan dan
syariat Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Antara Agama Islam, budaya dan
adat dipadukan dalam sistem pemerintahan Tunru bin Usman, sehingga identitas
komunitas ini melekat pada diri anggotanya serta saling menghormati
masing-masing kedaulatannya. Tunru bin Usman memerintah dari tahun 1728 hingga
tahun 1814, kemudian pemerintahan diwariskan pada keturunannya.   
Setelah meninggalnya Tunru bin
Usman diteruskan oleh putranya yang bernama H. Damhudji  dari tahun 1814-1912.
Selama H. Damhuji menjalankan pemerintahannya banyak mengalami tantangan dan
cobaan, datangnya tidak saja dari luar Samawa, tapi juga datang dari
Samawa.Kesultanan Samawa nampaknya sudah mengingkari perjanjian tahun 1623 yang
isinya saling menghormati kedaulatan masing-masing.Kesultanan Samawa
terpengaruh hasutan dan bujuk rayu Kolonial Belanda serta memanfaatkan
Kesultanan Samawa untuk mengusir seluruh komunitas yang dipimpin oleh H
Damhudji.Kolonial Belanda berhasil mengadu domba antara Kesultanan Samawa
dengan Komunitas H Damhudji.
Daulat Kesultanan Samawa mendapat
perlawanan dari komunitas, seluruh komunitas masih tetap bertahan dan tidak
ingin dipindahkan. Maka dengan kekuatan fisik dan mendapat bantuan dari
kolonial Belanda, Maka atas kebijakan H Damhuji untuk menghindari pertumpahan
darah yang lebih besar, ia mengikuti daulat Kesultanan Samawa agar mengosongkan
wilayah pemukiman dan dipindahkan ke lokasi lain.
Untuk itu Kesultanan Samawa
mempersiapkan lokasi dan dipersilahkan kepada warga Dodo, Selesek, Rensury,
Jeluar,  Beru, dan Lebah, dipersilahkan
membuka hutan untuk dijadikan pemukiman, menempati lokasi yang sudah ditentukan,
yaitu :
         Selesek
dan Rensuri serta sebagian kecil masyarakat Beru dipindahkan ke Lawin
         Dodo
dipindahkan ke Labangkar
         Lebah
ke Babar (lunyuk)
         Beru  dipindahkan ke Ledang
         Jeluar
dipindahkan ke  Lamurung
Pengusiran ini terjadi antara
tahun 1930 hingga tahun 1935, karena komunitas masih mengandalkan usaha
pertaniannya di lokasi lama. Selama melakukan hijrah, terucap kalimat yang
ditujukan ke Sultan Baharuddin III yang menggunakan kekuatan Kolonial Belanda
dalam pengusiran, yaitu :
Dapit padado lodana
Uleng pamojong makura
Pararen tu kanga jangi
Kacendeng enteng ramodeng

Setelah sampai ketempat
peristirahatan
Membuka bungkusan tembakau atau
makanan lainnya
Merenung nasib di perjalanan yang
begitu malang
Jawabannya hanya iman yang kokoh

Dari tahun 1912 hingga tahun
1930, H. Damhuji memimpin 6 komunitas dengan damai dan warga sejahtera, tapi
pada 1930 hingga tahun 1938 merupakan masa kepemimpinan yang sangat berat dan
sebagai tanda-tanda tercerai berainya 6 komunitas tersebut. Pada tahun 1959 H
Damhuji meninggal dunia, dan warisannya diserahkan kepada Hasbullah untuk
melanjutkan perjuangan leluhurnya.
Perkembangan zaman mulai berubah,
baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, hal inilah yang
mempengaruhi kepemimpinan Hasbullah. Nilai dan norma yang selama ini melekat
pada diri komunitas lambat laun mulai terkikis oleh perkembangan zaman.
Disamping itu, 6 komunitas selama beberapa abad hidup berdampingan, kini sudah
ada jarak dan penghalang yang sulit untuk ditembus.
Kepemimpinan Hasbullah sudah
tidak efektif, adat istiadat mulai pudar sehingga terhentilah kepemimpinan Adat
Hasbullah selama lebih kurang 20 tahun. Hilangnya sistem pemerintahan adat
bersamaan dengan diberlakukannya undang undang tentang pemerintahan desa pada
tahun 1974, maka komunitas yang dipindahkan secara paksa ke lokasi
masing-masing menggunakan nama baru, seperti Desa Lebangkar, Desa Babar, Desa
Murung dan Desa Ledang. Pada tahun 2004, desa Lebangkar dimekarkan menjadi 2
desa, yaitu Desa Lebangkar dan Desa Lawin.
Lawin merupakan lokasi yang
ditentukan berdasarkan daulat  Sultan
Kaharuddin III untuk warga Selesek dan Rensury sebagai tempat tinggal dan
membentuk pemukiman. Karena pada diri masing-masing komunitas masih melekat adat
istiadat yang diwariskan oleh leluhurnya secara turun temurun, maka dibawah
kepemimpinan Dato Sukanda RHD menghidupkan kembali sistem pemerintahan adat
yang diberi nama ”Cek Bocek”.
Cek Bocek adalah nama seorang
leluhur yang di tunjuk oleh Datu Awan Mas Kuning sebagai tangan kanannya (wakil)
dengan perannya sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan adat. Disamping itu
Cek Bocek juga sebagai kedatuan Selesek - Rensury, maka bertepatan dengan tahun
1422 H, Dato Sukanda RHD melanjutkan kepemimpinan adatnya, hingga saat ini
(tahun 2011).
Saksi sejarah yang masih hidup
yaitu Bapak Ahum atau biasa dipanggil Ne Mareng saat ini beliau telah berumur ±
105 tahun.Bapak Hasim Padadu atau biasa dipanggil Ne Mata berumur sekitar ± 103
tahun.Bapak Undru dengan panggilan Ne Ande berumur ± 97 tahun dan Bapak ne Okol
98 tahun.

Pemukiman Lawin
Setelah komunitas Selesek –
Rensury melakukan perlawanan atas daulat Sultan Kaharuddin III yang mengusir
seluruh masyarakat dari pemukimannya dan untuk menghindari pertumpahan darah
yang lebih banyak lagi maka H Damhudji bin Tunru memerintahkan agar
meninggalkan lokasi. Keputusan ini atas perjanjian dengan Kesultanan Sumbawa
yang berjanji memperluas wilayah. Setelah melalui proses perpindahan yang
dimulai pada tahun 1933 hingga tahun 1935 seluruh warga Selesek – Rensury dan
sebagian warga Beru menuju ke Lang Penghadang yang kemudian setelah penduduk
banyak dinamakan Lawin (lawan) sebagai lokasi pemukiman yang baru. Tetapi isi
perjanjian mempunyai maksud tertentu, hal ini diketahui setelah Kolonial
Belanda membawa berkarung-karung pasir yang diambil dari Selesek – Rensury.
Penduduk yang menempati lokasi
baru masih dibawah kepimimpinan Adat H Damhudji bin Tunru, kemudian ia membuat
kebijakan pembagian tanah/lahan yang dapat diusahakan sebagai persawahan dan
mendirikan rumah. H Damhudji bin Tunru memerintahakan membuka lokasi yang masih
tetutup hutan, sementara H Damhudji membuka lokasi di Pliuk Plempat Bengkal,
Pliuk Mleku, Kuhang Jeringo dan lainnya. Sementara warga yang lain mengikuti di
lokasi sekitarnya. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari warga masih melakukan
aktivitas di lokasi lama, terutama mengambil hasil padi  dan menjalid sebagai kebutuhan pangan di
lokasi baru.
Rumah pertama yang berdiri
berlokasi di Karang Tenga yang dimiliki oleh H Damhudji sekarang dekat muka
Masjid Karang Lawin, rumah berikutnya di Karang Suri yang dimiliki oleh
Kwantan, setelah itu warga mengikuti yang membentuk arah barat-timur. Bahan
baku untuk mendirikan bangunan rumah diambil dari daerah sekitar pemukiman,
terutama memanfaatkan kayu yang ditebang dalam membuka persawahan.
Lokasi Lawin pada tahun 1935
secara resmi diduduki oleh komunitas Selesek – Rensury dan unit komunitas
disebut dengan “Karang”, meskipun demikian kepemimpinan H Damhudji masih
terkoordinir.  Setelah pemukiman berdiri
yang jumlahnya sebanyak lebih kurang 140 rumah termasuk sebuah Masjid, maka
untuk memperlancar roda pemerintahan membagi kawasan pemukiman berdasarkan
karang (dusun), setiap karang dipisahkan oleh jalan utama yang disebut Raren
Rango (jalan). Pembagian karang berdasarkan wilayah asal (dari Selesek –
Rensury), yaitu karang sury, karang beru, karang selesek, karang aho, karang
pandeng.Pada setiap lokasi karang ada seorang pemimpinnya berdasarkan asal-usul
yang dibawa dari kampung lama yang disebut nek karang (juru putar).Setelah
sistem pemerintahan adat berjalan normal maka pada tahun 1959, H Damhudji bin
Tunru wafat dan dimakamkan di pemakaman Jepan, karang Selesek (Lawin).
H. Damhudji bin Tunru memimpin
dilokasi yang baru (Lawin) selama 24 tahun, selama itu H Damhudji sudah
meninggalkan hasilnya dalam menata usaha pertanian, menata pemukiman dan sistem
pemerintahan. Setelah wafat dilanjutkan oleh Tuan Raja Hasbullah bin H Damhudji
memimpin karang Lawin dari tahun 1959 – 1996. Program utama yang dikembangkan
oleh Tuan Raja Hasbullah adalah membuka akses jalan untuk memudahkan
komunitasnya berhubungan dengan wilayah luar dan kemudian setiap tahun
dilakukan cacah jiwa.Selain itu, kepada setiap keluarga untuk membuat lumbung
padi sebagai ketahanan pangan jika terjadi paceklik. Dalam segi pendidikan,
Tuan Raja Hasbullah juga mendirikan sekolah pada tahun 1964 yang dinamakan
sekolah partikulir, alat tulis yang digunakan kalam batu (batu tulis), lokasi
sekolah di tihu lompa, karang Lawin.
Pada tahun 1968, dibangun sekolah
yang lebih besar di Karang Lawin atas inisiatif warga, kemudian setelah sekolah
berdiri Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat meningkatkan status sekolah
tersebut menjadi Sekolah Dasar Negeri Lawin.Untuk menjual hasil bumi, warga
karang Lawin menggunakan kuda sebagai sarana angkutan yang dipasarkan ke pasar
Sumbawa.
Hingga pada tahun 1974 sistem
pemerintahan diganti, yaitu karang Lawin menjadi dusun Lawin yang menginduk ke
desa Labangkar, pada waktu itu yang mejadi kepala dusun adalah Unru setelah
beberapa tahun dijalanjutkan oleh Dayo Injang, kemudian digantikan oleh A.
Rasyid Thalib dan Rudsi Kafli.  Hingga
pada tahun 2004, dusun Lawin ditingkatkan statusnya menjadi desa persiapan yang
dikepalai oleh Suhardin Manja. Pada tahun 2007 menjadi desa definitif dengan
luas wilayah 33,31 km berdasarkan SK Bupati No.12 Tahun 2006.
Sejak diberlakukannya seitem
pemerintahan dusun/desa dari tahun 1974 tejadi dualisme kepemimpinan, meskipun
demikian masing-masing pemerintahan berjalan secara hormonis.Untuk urusan keluar
dan administrasi dijalanjak oleh pemerintahan dusun/desa, tetapi untuk urusan
kedalam yang mengatur tata usaha dan tata kelola diperankan oleh adat.
Meskipun komunitas Selesek –
Rensury sudah menetap di Lawin, tapi masih tetap melalukan aktivitas mengolah
produksi gula merah (gula aren/bejalit) di Selesek - Rensury.Namun pada tahun
1986, kepala Desa Lebangkar (M Saleh Agus Salim) dan kepala Dusun Lawin (Rusdi)
terjadi perselisihan faham dengan komunitas. Pemerintahan desa/dusun melarang
warga Lawin dan Lebangkar melakukan aktivitas bejalit di Selesek – Rensury dan
Dodo, dengan alasan bahwa dilokasi tersebut akan dilakukan survey oleh Belanda
(orang putih). Tapi sebagian warga Lawin dan warga Lebangkar tetap melakukan
bejalit, pada saat itu berpapasan dengan Tim Survei. Ternyata tim survey
tersebut utusan dari Perusahaan Pertambangan, sehingga menimbulkan konflik
dengan warga yang melakukan usaha bejalit.
Sejak itulah komunitas adat yang
dipimpin oleh Tuan Raja Hasbullah mengalami perselisihan dengan pemerintahan
desa. Secara struktural desa harus menjalankan tugas yang diberikan oleh
Pemerintah daerah, secara individual kepala desa/dusun tidak ada perselisihan
dalam kehidupan sehari-hari, disisi lain komunitas adat berpegang teguh pada
aturan yang sudah di wariskan oleh leluhurnya. Kepala desa/dusun harus berpijak
pada dua kaki, sehingga terjadi perselisihan.Munculnya perselisihan semakin
memuncak, usaha rumah tangga warga Lawin dan warga Lebangkar semakin tidak
mencukupi karena dilarang bejalit.
Pada tahun 1993 masyarakat mulai
berontak dan melanjutkan lagi aktivitas bajalit, namun kegiatan tersebut
tercium oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa.Maka aktivitas bejalit di Selesek –
Rensury dan Dodo melanggar hukum, karena wilayah tersebut sudah menjadi Konsesi
Pertambangan.Tapi komunitas Lawin dan Lebangkar melakukan perlawanan atas
perubahan status Wilayah Adat menjadi Konsesi Pertambangan sehingga konflik
semakin tanjam.Karena Komunitas Lawin dan Lebangkar terus melakukan perlawanan
maka banyak pihak yang melibatkan diri, baik secara perorangan, lembaga atau
institusi, perusahaan maupun dari kesultanan.
Pergolakan dan konflik yang
semakin tajam baik antar anggota masyarakat maupun dengan pihak-pihak yang
ingin menguasai Selesek – Rensury dan Dodo, Tuan Raja Hasbullah di panggil yang
Maha Kuasa pada tahun 1996. Selama 38 tahun Tuan Raja Hasbullah memimpin
komunitas sejak di Selesek – Rensury hingga di Lawin.Kemudian berdasarkan garis
keturunannya maka kepemimpinan diteruskan oleh putranya yang bernama Dato’Sukanda
RHD sampai saat ini (2011).

Kelembagaan Adat
Pemerintahan
Adat Cek Bocek Selesek Reen Sury sudah terstruktur dengan baik mengingat
komunitas sangat menyadari budaya dan peninggalan sejarah yang sangat tinggi
sehingga norma-norma hukum didalam kehidupan komunitas masih berjalan dengan
baik secara turun temurun.
Ada struktur pemerintahan adat/struktur adat yang
masih dipakai hingga saat ini dengan komposisi pemerintahan sebagai berikut :
alt



Kelembagaan Adat merupakan bentuk perangkat kerja adat yang berjalan di
dalam komunitas Cek Bocek Selesek Reen Sury sedangkan peran masing-masing
perangkat adat adalah sebagai berikut :
  1. Kepala Suku/Adat adalah
    pemangku Adat yang diwariskan dari keturunannya dalam memimpin komunitas,
  2. Menteri Teme’ Dodo, bertugas sebagai penghubung komunitas
    Lebangkar dengan kominitas lainnya yang masih mempunyi garis keturunan
    atau kekerabatan, baik secara sosial dan budaya yang menjadi ketetapan
    hukum adat.
  3. Kanaruan Lebah,mengepalai tata Pemerintah adat dalam proses perdagangan antar
    komunitas dan mengkoordinir komunitas Lebah yang ada di Lunyuk
  4. Sury Semprok, adalah
    orang yang bertugas mengurus wilayah adat Sury.
  5. Panyeberu; yang
    mengurus wilayah adat Beru
  6. Riang Penggawa Adat merupakan keamanan
    komunitas adat
  7. Tabib Adat adalah berfungsi
    sebagai pengobatan penyakit
  8. Logat Adat merupakan berfungsi
    untuk menjaga, melindungi dari gangguan mahluk halus atau kekuatan gaib
  9. Galo Adat berfungsi sebagai
    penjagaan kawasan hutan
  10. Pangkeang Paramuk Adat berfungsi
    sebagai peƱata rias dalam acara adat
  11. Satu Ma’ini dipercayakan sebagai
    pemberi berkah pada tanaman dan hasil bumi masyarakat adat
  12. Juru Tulis Adat berfungsi sebagai
    pencatatan dalam bentuk tulisan seperti pada acara perkawinan, acara
    sedekah sekat dan kegiatan adat yang lainnya
  13. Juru Putar bertugas dan
    bertindak sebagai pemberitaan dan pemberitahuan secara lisan kepada
    masyarakat dalam acara dan kegiatan adat
  14. Rabasa/Rabasan berfungsi sebagai
    orang yang menyampaikan pesan dalam acara dan kegiatan adat secara
    terperinci di dalam masing-masin keluarga adat
  15. Pedangan/Parenti berfungsi sebagai
    pemegang kontrol sekaligus pengarahan dalam acara dan kegiatan adat
  16. Benang Rameng berfungsi untuk
    membantu melengkapkan segala pekerjaan dan kebutuhan serta perlengkapan
    Logat Adat .
  17. Tau Kaloso Adat merupakan pemuda
    adat yang bertugas membantu dalam acara dan kegiatan adat