Minggu, 08 April 2012
NTB Kaji Mekanisme Pejabat Eselon Laporkan Kekayaan
Mataram, SE
Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi mengaku tengah mengkaji mekanisme yang tepat untuk mewajibkan pejabat eselon I dan II melaporkan kekayaannya kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
“Masih dikaji mekanismenya seperti apa, dan akan disesuaikan dengan kultur daerah,” kata Zainul, di Mataram, ketika mengomentari rencana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) mewajibkan kekayaan pejabat Eselon I dan II diperiksa oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ia mengatakan, kultur masyarakat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak suka menumpuk kekayaan karena dapat dianggap bersumber dari jalan yang halal.
Masyarakat NTB lebih banyak bersikap apa adanya sehingga akan sangat mencurigakan jika terlihat memiliki kekayaan diluar perkiraan publik.
“Tentu bagus jika harus melaporkan kekayaannya saat menduduki jabatan Eselon I atau II, tetapi mekanismenya seperti apa, tentu masih harus dikaji,” ujar Zainul.
Sementara ini, baru pejabat penyelenggara negara di wilayah NTB yang melaporkan harta kekayaannya secara langsung di hadapan publik, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode 2008-2013, sudah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK di hadapan publik, yang berlangsung di di Hotel Senggigi Beach, pada 7 Oktober 2010. KPK memfasilitasi penyampaian LHKPN di hadapan publik itu sesuai amanat Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Pasal 5 Undang Undang Nomor 28 tahun 1999 itu menegaskan bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum, tengah menjabat dan setelah menjabat.
Sesuai pasal 13 Undang Undang nomor 13 Tahun 2002, KPK bertugas melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Pada 7 Oktober 2010 itu, sebanyak 12 orang pejabat penyelenggara negara di wilayah NTB, melaporkan harta kekayaannya secara langsung di hadapan publik, kepada KPK.
Dua belas orang pejabat penyelenggara negara di wilayah NTB itu yakni Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, Wakil Gubernur NTB H. Badrul Munir, Kapolda NTB Brigjen Polisi Arif Wachyunadi, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB Didiek Darmanto, Ketua Pengadilan Tinggi Mataram H. Lalu Mariyun dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama NTB H. A. Karim A. Razak.
Pejabat penyelenggara negara lainnya yang juga melaporkan harta kekayaannya yakni Sekretaris Daerah NTB H. Abdul Malik, Rektor Universitas Mataram Prof DR Sunarpi, Bupati Lombok Timur H.M. Sukiman Azmi, Bupati Lombok Barat H. Zaini Arony, Wali Kota Bima H. Qurais H. Abidin dan Direktur Utama PT Bank NTB Komari Subakir.
Dalam LKHPN yang disampaikan di hadapan publik itu, Walikota Bima H. Qurais H. Abidin, merupakan penyelenggara negara di wilayah NTB yang terkaya dengan jumlah kekayaan sebanyak Rp16,71 miliar lebih. Nilai tersebut dilaporkan ke KPK tertanggal 28 Juli 2010. Dalam laporan pertama ke KPK, 14 April 2008, harta kekayaan Qurais mencapai Rp1,195 miliar lebih, sehingga terjadi peningkatan lebih dari Rp15 miliar rupiah.
Di hadapan publik dan pimpinan KPK, Qurais menyatakan, terjadi lonjakan kenaikan harta kekayananya itu karena saat pelaporan pertama, nilai aset tidak bergerak yang mencapai belasan miliar itu belum dicantumkan.
Sedangkan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi mengumumkan harta kekayaannya yang dilaporkan ke KPK, 26 Juli 2010, sebanyak Rp5,52 miliar lebih. Dalam laporan sebelumnya ke KPK, 4 Mei 2008, harta kekayaan Majdi yang diklaim sebagai harta kekayaan bersama istrinya, termasuk hibah dari orangtua, sebesar Rp4,33 miliar lebih, sehingga terjadi peningkatan lebih dari satu miliar rupiah. (ant)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar