Minggu, 04 Maret 2012

Kerjasama ‘Land Clearing’ Bisa Melanggar Hukum

Sumbawa Barat, SE.
Bupati Sumbawa Barat, KH. Zulkifli Muhadli kini mengkaji kemungkinan akan mengkerjasamakan pelaksanaan proyek Land Clearing (pembersihan) di Bendungan Bintang Bano.
Zulkifli Muhadli, kepada wartawan, Jum’at , menegaskan, ia masih menggu laporan tertulis dari  SKPD terkait, seperti Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) , Asisten II dan kepala bagian hukum mengenai tehnis masalah tender Land Clearing di Brang Rea.
 “Land Clearing itu mungkin bisa kita arahkan untuk dikerjasamakan. Sesuai PP 50 tentang kerjasama daerah. Land Clearing ini berbeda dengan ketentuan Perpres  54 Tahun  2011, dimana yang ditenderkan aset daerah dari anggaran di kas APBD.  Ini diluar itu, maka itu kita arahkan untuk kerjasama daerah,” kata, Bupati menanggapi dugaan tindak pidana korupsi dalam  tender proyek  di DPU tersebut.
Kepala daerah mengakui, pekan lalu ia telah memanggil seluruh pejabat yang terkait masalah Land Clearing tadi. Pemanggilan itu untuk menglarifikasi dugaan pelanggaran yang terjadi.
 “Memang PU susah mencari regulasi terkait aset kayu di Bintang Bano. Retribusi Rp 75 ribu  permeter kubik yang diberikan memang terlalu kecil. Kita akan upayakan retribusi itu dinaikkan kembali. Retribusi itu diatur dalam Perda, tapi Perda yang digunakan PU sudah lama tidak berlaku lagi,” terangnya.
Sementara itu, sumber kepolisian Sumbawa Barat mengingatkan Bupati agar tidak salah langkah. Kepala daerah bisa saja terjerat hukum jika memaksakan untuk mengkerjasamakan Land Celaring itu.
Segala akibat dari kegiatan penebangan oleh pihak ketiga yang menimbulkan kos atau biaya melebihi Rp 100 juta maka wajib ditender. Penjelasan bahwa aset kayu itu bukan timbul dari kas APBD, adalah penjelasan yang salah.
Yang benar, seluruh aset negara yang dipihak tigakan  wajib ditender. Kayu itu masuk dalam aset negara, tidak mesti sumber dari APBD atau APBN. Itu mengapa IPK harus diterbitkan pemerintah pusat, karena aset kayu disana didalam penguasaan negara.
Kepolisian juga meminta pemerintah tetap melaksanakan mekanisme tender. Sebab, masalah kayu di Bintang Bano tidak hanya yang berkenaan dengan jasa penebangan (Land Clearing) saja, namun juga  pemanfaatan kayu. Kayu yang sudah ditebangpun harus ditenderkan kepada pihak ketiga, karena statusnya masuk dalam penguasaan negara.
Sebelumnya, media merilis peringatan bahwa dugaan tindak pidana korupsi bisa saja terjadi dalam proses tender Land Celaring di DPU. Bermasalah karena, ternyata tender proyek yang ditaksir bernilai Rp 40 Miliar lebih itu tidak melalui badan lelang resmi yakni Unit Layanan Pelelangan Sistem Eleketronik (ULP LPSE).      
Apalagi pemenang tender yang ditunjuk adalah UD.JSS, perusahaan yang tentunya belum memenuhi kualifikasi sebagai pelaksana.(Andy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar