Kamis, 01 Maret 2012

Saksi Ahli Tegaskan STP PTNNT Beroperasi Sesuai dengan AMDAL

Sumbawa Besar, SE.
Seperti kesaksian para saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada persidangan minggu lalu (21/2), empat saksi ahli yang dihadirkan oleh PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam kasus gugatan WALHI terhadap KLH Selasa (28/02) kemarin semakin menunjukkan bahwa perpanjangan ke-4 Izin Penempatan Tailing di Dasar Laut (STP) yang diberikan kepada PTNNT pada Mei 2011 lalu telah sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
Keempat saksi ahli tersebut adalah DR. Andojo Wurjanto (Dosen Teknik Kelautan ITB), Dr. Surya Hadi (Pengajar Kimia Lingkungan Universitas Mataram), Prof. DR. M. Daud Silalahi, S.H. (Ahli Hukum Lingkungan dan Guru Besar Administrasi Negara Universitas Pajajaran), dan DR. Lintong O. Siahaan (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Atmajaya).
 “Berdasarkan data pemantauan kelautan selama 14 tahun, sistem STP di Batu Hijau telah berjalan sesuai dengan desain dan prediksi yang tercantum dalam AMDAL,” jelas Dr. Andojo Wurjanto yang pernah melakukan kajian tailing PTNNT bersama sejumlah ahli dari berbagai bidang yang ditunjuk KLH. Beliau menyatakan bahwa tailing ditemukan mengendap di kedalaman laut dan tidak pernah terdeteksi muncul di perairan dangkal di Teluk Senunu dan Selat Alas.
Kesaksian berdasarkan penelitian ilmiah serupa disampaikan oleh Dr. Surya Hadi. “Berdasarkan data pemantauan kualitas air laut, logam berat tidak terlepas dari padatan tailing dan parameter kualitas air laut telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam izin STP PTNNT,” jelasnya. Sebagai Koordinator Tim Terpadu Pemantau Tailing PTNNT pada 2003, 2004, 2005 dan 2010 yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur NTB, tim yang terdiri dari ahli lingkungan, kelautan, dan perikanan ini melakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap tailing PTNNT.
“Dalam studi Tim Terpadu tersebut pemda setempat dan LSM ikut terlibat,” ujarnya.
Saksi lainnya, Prof. DR. M. Daud Silalahi, S.H. mengungkapkan gugatan Walhi terhadap KLH terkait perpanjangan ke-4 izin penempatan tailing PTNNT tidak dapat dibenarkan karena tidak ada hukum di Indonesia maupun internasional yang melarang STP. Menurutnya, tidak ada perjanjian internasional, termasuk UNCLOS yang telah diratifikasi oleh UU No. 17 Tahun 1985, yang mengikat Indonesia untuk melarang penempatan tailing di dasar laut.
“Selama memenuhi persyaratan dan mendapat izin dari Menteri Negara Lingkungan Hidup, maka penempatan tailing di dasar laut dapat dilakukan,” tegasnya. Menurutnya, hingga saat ini belum ada peraturan atau perundangan yang memberikan wewenang kepada pemda untuk mengeluarkan izin STP. Ia menambahkan bahwa PROPER Hijau yang diraih PTNNT sebanyak enam kali menunjukkan komitmen yang tinggi perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. PROPER hijau merupakan penghargaan terhadap suatu perusahaan yang kinerjanya dinilai lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh KLH dalam pengelolaan perlindungan lingkungan dan  program pengembangan masyarakat di sekitar tambang. Proses penilaiannya selalu melibatkan LSM dan pemda setempat.
Saksi terakhir adalah DR. Lintong O. Siahaan. Ia memberikan kesaksian terkait pihak yang dapat mengajukan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) di PTUN. Menurutnya, hanya orang atau Badan Hukum Perdata yang dapat mengajukan gugatan TUN di PTUN. “Setiap organisasi yang bukan Badan Hukum Perdata tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan TUN,” ungkapnya.
Ia menambahkan, sesama pemerintah tidak diperkenankan untuk saling menggugat di PTUN. Hal ini terkait dengan masuknya Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai penggugat intervensi. Terkait izin penempatan tailing PTNNT, ia mengatakan bahwa dalam proses izin tersebut pemerintah pusat telah meminta keterlibatan pemda. Namun, panggilan tersebut diabaikan.
“Oleh karena itu, Pemerintah pusat (dalam hal ini KLH) memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin tanpa kehadiran pemda,’ pungkasya.(Anto.SE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar