Selasa, 06 Maret 2012

JPU Siapkan Tuntutan Terhadap Anggota DPRD NTB Sulaiman Hamzah

Mataram, SE
Jaksa Penuntut Umum tengah menyiapkan materi tuntutan terhadap Sulaiman Hamzah, terdakwa perkara dugaan korupsi  Dana Alokasi Khusus Kota Bima 2007, yang masih menjadi anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Partai Demokrat.
“Sedang disiapkan materi tuntutannya untuk dibacakan dalam sidang lanjutan setelah sidang pemeriksaan saksi dirampungkan,” kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Ismail, di Mataram.
Ia mengatakan, sidang perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Sulaiman Hamzah, masih bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, dan sudah banyak saksi yang menyampaikan kesaksiannya.
Sidang terakhir pada Senin (27/2), berlangsung sejak sore hingga malam, dengan agenda pemeriksaan saksi.
“Masih beberapa saksi lagi baru masuk tahapan pembacaan tuntutan. Kira-kira dua minggu lagi sudah masuk tahap tuntutan,” ujarnya.
Pada Jumat (2/3) pagi, digelar sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa H Sahruman Abdullah, mantan Kasubdin Pendidikan Dasar (Dikdas) Dikdaspora Kota Bima 2007.
Penanganan perkara dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Bima 2007 itu melibatkan tiga orang tersangka yang kini telah berstatus terdakwa, dan perkaranya tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Mataram.
Selain Sulaiman Hamzah dan Sahruman Abdullah, juga Y Titik Handoyo selaku bendara DAK, yang juga tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, menunggu jadwal persidangan. 
Perkara Sahruman lebih dulu disidangkan, kemudian perkara Sulaiman yang dimulai pada 24 Februari 2012, dan disusul perkara Titik Handoyo, dengan jadwal persidangan yang berbeda.
Selama proses persidangan ketiga mendekam di Lapas Mataram. Sahrumah lebih dulu dijebloskan ke lapas, kemudian Sulaiman pada 31 Januari 2012, dan berikutnya Titik Handoyo.
Ketiganya dijerat pasal 2 dan 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Khusus Sulaiman yang masih berstatus anggota DPRD NTB, Kejaksaan Tinggi NTB menempuh kebijakan penahanan tanpa didukung surat izin Presiden melalui Mendagri.
Kejaksaan merujuk kepada Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 itu, seorang anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD yang berstatus tersangka korupsi dapat langsung ditahan.
Sulaiman merupakan anggota DPRD NTB yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) VI (Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu).
Politisi dari Partai Demokrat itu, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pendidikan Dasar Pemuda dan Olahraga (Dikdaspora) Kota Bima, kemudian menjadi Asisten II Setkot Bima, dan dalam jabatannya di Pemkot Bima itu ia teridentifikasi terlibat penyimpangan dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2007 yang total nilai anggarannya mencapai Rp10 miliar untuk pembangunan 34 unit Sekolah Dasar (SD).
Indikasi penyalahgunaan DAK itu, berupa penyaluran DAK di Dikdaspora Kota Bima yang disinyalir tidak sesuai ketentuan.
Sebanyak 34 SD di Kota Bima yang mendapat DAK 2007 itu hingga kini belum diberikan sisa dana dari Dikdaspora Kota Bima, dimana rata-rata dana yang belum diterima ini berkisar antara Rp17,5 juta hingga Rp35 juta, tergantung jumlah paket yang dikucurkan saat itu.
Pagu dana untuk setiap SD berkisar antara Rp250 juta hingga Rp500 juta, bergantung dari jumlah paket yang diterima. Namun sebagian besar SD hanya mendapatkan dua paket proyek dengan nilai Rp 500 juta. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar