Minggu, 15 April 2012

NTB Upayakan Semua Puskesmas Miliki Perawat Kejiwaan


Mataram, SE
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat tengah mengupayakan semua puskesmas memiliki perawat kejiwaan, agar dapat terbentuk sistem pelayanan kesehatan jiwa yang terarah dan komprehensif.
“Sistem pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif itu yang diharapkan, sehingga diupayakan semua puskesmas miliki perawat kesehatan jiwa. Tentu diharapkan dukungan berkelanjutan dari Kementerian Kesehatan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dr H Moch Ismail, di Mataram, Sabtu.
Ia mengatakan, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) bidang kesehatan dilakukan secara berjenjang mulai dari pusat hingga provinsi dan kabupaten/kota. Namun, Porsi pusat lebih banyak dari provinsi dan kabupaten/kota.
Pemerintah Provinsi NTB selalu berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, guna mendapatkan tenaga keperawatan jiwa, selain berupaya memberi pelatihan kepada tenaga perawat yang ada.
Demikian pula pemerintah kabupaten/kota, yang juga berkewajiban memberikan pelatihan keperawatan jiwa kepada perawat yang bertugas di puskesmas atau layanan kesehatan lainnya.
“Jadi, untuk pembangunan SDM porsi pusat yang paling banyak, kemudian provinsi dan kabupaten/kota. Makanya setiap tahun diupayakan ada pelatihan SDM bidang kesehatan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan di berbagai pusat pelayanan medis, terutama puskesmas,” ujar Ismail.
Ismail mengaku, telah mengagendakan kebutuhan perawat kesehatan jiwa itu dalam naskah Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) NTB, yang akan dibahas dalam Musrenbang Nasional, di Jakarta, 26-27 April 2012.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mataram dr Elly Rosila W SpKj  mengatakan, sistem pelayanan kesehatan yang jiwa yang terarah dan komprehensif sangat diperlukan, mengingat tingkat kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa masih sangat kurang.
Sejauh ini pun, baru sebagian kecil pasien gangguan jiwa yang dibawa ke RSJ Mataram, guna mendapat pelayanan medis dan terapi kejiwaan.
“Meskipun pasien yang dibawa ke RSJ Mataram terus meningkat hingga melebihi kapasitas tempat tidur. Namun, jumlah itu baru sebagian kecil dari potensi warga NTB yang menderita gangguan jiwa,” ujarnya. Elly merujuk kepada hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) di wilayah NTB 2007.
Hasil SKMRT itu menunjukkan rumah tangga dewasa yang menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa berat mencapai 0,96 persen dari total penduduk NTB yang mencapai 4,2 juta jiwa.
Sementara gangguan kesehatan jiwa ringan mencapai 12,8 persen, sehingga menempatkan peringkat NTB diatas nasional yang mencapai 11,6 persen dan dari 33 provinsi NTB, dan berada pada peringkat 10 besar nasional.
Jika mengacu kepada data SKMRT itu maka ada sekitar 40 ribu penderita gangguan jiwa berat dan lebih dari 500 ribu orang warga NTB menderita gangguan jiwa ringan.
SKMRT itu juga menunjukkan gangguan mental emosional yang ditemukan pada penduduk pada usia 15 tahun ke atas.
Dengan demikian, terdapat puluhan ribu orang dewasa di NTB yang teridentifikasi menderita gangguan kejiwaan, yang tentunya membutuhkan pertolongan medis dan terapi kejiwaan.
“Karena belum banyak puskesmas yang memiliki perawat kesehatan jiwa, sehingga pasien gangguan jiwa yang membutuhkan pelayanan dibawa ke RSJ Mataram. Setelah keluar dari rumah sakit, lalu kembali mencuat gangguan kejiwaan, sanak keluarganya enggan membawa kembali ke rumah sakit. Kalau saja di Puskesmas sudah ada perawat kesehatan jiwa, itu akan sangat membantu,” ujarnya.
Karena itu, kata Elly, sangat diperlukan perawat kesehatan jiwa yang ditempatkan di berbagai puskesmas agar selain pasien gangguan jiwa tidak bolak-balik ke rumah sakit, juga agar terbentuknya sistem pelayanan kesehatan jiwa lebih terarah dan komprehensif.(ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar